Minggu, 23 Oktober 2011

Habib bin Zaid Al Anshari


Dan Malaikat Pun Berebut Menyambut
Namanya Habib bin Zaid, anak dari Zaid bin Ashim salah seorang penduduk Madinah yang tergolong masuk Islam pada awal masa. Ia juga salah seorang dari tujuh sahabat yang melakukan baiat, janji setia Aqabah, di lembah Mina. Keluarga Habib, dalam sejarah perjalanan Islam tercatat sebagai keluarga pilihan. Bagaimana tidak, ibu Habib adalah wanita pertama yang turut mengangkat pedang, berjihad bersama Rasulullah. Sementara itu, saudaranya yang lain, Abdullah bin Zaid terkenang sebagai seorang sahabat yang menjadikan dirinya sebagai perisai pelindung Rasulullah dihampir semua perang suci. Maka tak heran jika Rasulullah secara khusus memberikan doa untuk keluarga ini. “Semoga Allah melimpahkan berkat dan rahmat-Nya bagi kalian sekeluarga. “   
Demikianlah, Habib bin Zaid dibesarkan didalam sebuah rumah yang penuh dengan keharuman iman disetiap sudutnya. Ia diasuh oleh keluarga yang didahinya tampak membayang gambaran sujud dan bekas pengorbanan demi tegaknya agama Allah. Takdir lain yang membuat keluarga ini istimewa adalah kepergian mereka ke Mekkah dan memberikan sumpah setianya pada Rasulullah. Kala itu Habib masih sangat belia. Tangannya yang kecil ia ulurkan sebagai tanda setia dalam sumpah. Dan sejak itu, dalam darah dan dalam hati Habib mengalir kecintaan yang besar pada Allah, Rasulullah dan Islam melebihi segalanya. Dua perang besar yang terjadi pada masa awal Islam seperti perang Badar dan Uhud luput diikuti Habib. Ia masih teramat kecil waktu itu untuk ikut andil. Tetapi setelah dua perang itu, hampir diseluruh perang dalam hidupnya, Habib selalu berada disamping  Rasulullah dan mendapat tugas istimewa sebagai pemegang panji perjuangan.
Pada tahun kesembilan hijriyah, tiang-tiang Islam telah kuat tertancap dalam di jazirah Arab. Jama’ah dari seluruh pelosok negeri berbondong-bondong datang ke Madinah untuk menyatakan keislamannya dan berbai’at pada Rasulullah. 
Diantara rombongan yang berbai’at adalah sekelompok kecil dari Bani Hanifah yang bertugas jaga dan tak ikut masuk ke kota Madinah. Para utusan yang tidak bertugas menjaga unta, pergi menghadap Rasulullah. Di hadapan beliau mereka menyatakan Islam beserta kaumnya. Rasulullah menyambut mereka dengan hormat. Bahkan memerintahkan hadiah bagi mereka dan kawan-kawan yang tidak ikut menghadap karena menjaga unta. 
Tak berapa lama setelah rombongan itu kembali di kampung mereka, Nejed, Musailamah murtad dari Islam. Dia berpidato di hadapan orang banyak dan menyatakan dirinya Nabi serta utusan Allah. Musailamah mengatakan bahwa Allah telah mengutusnya untuk Bani Hanifiah sebagaimana Allah mengutus Muhammad untuk kaum Quraisy. Banyak diantara Bani Hanifiah yang menerima pernyataan tersebut karena beberapa alasan. Namun yang terpenting diantara alasan tersebut adalah rasa ikatan suku mereka. Seorang dari pendukungnya berkata, “ Saya mengakui sungguh Muhammad itu benar dan Musailamah sungguh bohong. Tetapi kebodohan orang Rabi’ah ( suku Musailamah) lebih saya sukai dari pada kebenaran orang Mudhar( kabilah Nabi Muhammad).
Ketika pengikut Musailamah bertambah banyak dan kuat, ia mengirim surat kepada Rasulullah sebagai berikut: “ Dari Musalaimah Rasulullah, kepada Muhammad Rasulullah. Teriring salam untuk Anda. Selanjutnya, aku telah diangkat menjadi sekutu Anda. Separuh bumi ini adalah untuk kami dan separuh lagi untuk kaum Quraisy. Tetapi kaum Quraisy berbuat keterlaluan.”      
Surat tersebut diantar oleh dua orang utusan Musailamah. Setelah selesai membaca surat tersebut, Rasulullah bertanya kepada keduanya, “Bagaimana pendapat kalian tentang surat ini?”. “ Kami sependapat dengan Musailamah!” jawab dua utusan itu. “Demi Allah, seandainya tidak dilarang membunuh para utusan, telah kupenggal leher kalian,” ujar Rasulullah. Rasululllah membalas surat Musailamah sebagai berikut: “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad Rasulullah, kepada Musailamah Al Kadzab (Pembohong). Keselamatan hanya bagi siapa yang mengikuti petunjuk yang benar. Selanjutnya, sesungguhnya bumi ini adalah milik Allah. Dialah yang berhak mewariskan kepada hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki. Kemenangan adalah bagi orang-orang yang bertaqwa.”   
Setelah membaca surat Rasulullah, Musilamah bukannya sadar, tapi malah bertambah jahat dan sesat. Rasulullah kembali mengirim surat kepada Musailamah agar ia menghentikan segala kegiatan yang menyesatkan itu. Beliau menunjuk Habib bin Zaid untuk mengantarkan surat tersebut. Saat itu Habib sangat muda belia, tetapi imannya kuat menghujam dari ujung rambut  sampai ke ujung kaki. Habib bin Zaid berangkat penuh semangat, setelah mendaki gunung yang tinggi dan menuruni lereng yang terjal, ia tiba di perkampungan Bani Musailamah dan langsung menyampaikan surat Rasulullah. 
Begitu menerima surat dari tangan Habib, wajah Musailamah memerah bertanda ia marah. Saat itu juga diperintahkannya seorang pengawal untuk mengikat Habib bin Zaid dan mengurungnya satu malam. Keesokan harinya, Musailamah mengumpulkan orang-orangnya dan menggiring Habib dihadapan mereka dengan susah payah karena beratnya belenggu dikedua tangan dan kakinya. Habib berdiri tegap dan kokoh di hadapan pengikut Musailamah. “ Apakah  engkau mengakui Muhammad itu Rasulullah?” bentak Musailamah. “ Ya, benar! Aku mengakui Muhammad sesungguhnya Rasulullah!” jawab Habib bin Zaid tegas. Musailamah terdiam menahan amarah. “ Apakah engkau mengakui aku adalah Rasulullah?” bentaknya lagi. Habib bin Zaid sengaja menjawab dengan nada menghina dan menyakitkan hati. “ Mungkin aku tuli, aku tidak pernah mendengar yang begitu!” ujarnya. Wajah Musailamah semakin merah dan marah. Ia pun memerintahkan kepada algojonya, “Potong tubuhnya!”. Algojo lalu memotong salah satu bagian tubuh Habib. Potongan itu menggelinding ditanah. “Apakah  engkau mengakui Muhammad itu Rasulullah?”
Tanya Musailamah.” Ya, aku mengakui Muhammad utusan Allah!” jawab Habib.   “Apakah engkau mengakui aku adalah Rasulullah?” Tanya Musailamah lagi. “Sudah kukatakan, mungkin aku tuli sehingga tidak pernah mendengar ucapan itu,” jawab Habib dengan tegas. Musailamah kembali menyuruh algojonya memotong bagian tubuh Habib yang lain. Potongan itu kembali jatuh tak jauh dari potongan yang pertama. Orang banyak terbelalak kebingungan melihat Habib bin Zaid tetap pada pendiriannya, bahkan menantang. Musailamah terus bertanya dan algojo pun terus memotong-motong tubuh Habib berkali-kali. Walau pun begitu, Habib tetap berkata, “Aku mengakui sesungguhnya Muhammad itu Rasulullah.”
Separuh tubuh Habib telah terpotong-potong dan potongannya berserakan ditanah. Separuh lagi bagaikan onggokan daging yang pandai bicara. Akhirnya jiwa Habib melayang menemui Tuhannya. Kedua bibirnya senantiasa mengucapkan nama seorang yang telah berjanji dengannya pada malam Aqbah, yaitu Muhammmad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. Dan malaikat pun berebut menyambut. Ketika berita kematian Habib bin Zaid disampaikan kepada ibunya, Nasibah Al Maziniyah, ia berucap,” Seperti itu pulalah aku harus membuat perhitungan dengan Musailamah Al Kadzab. Dan kepada Allah jua aku berserah diri. Anakku Habib bin Zaid telah bersumpah setia dengan Rasulullah sejak kecil. Sumpah itu dipenuhinya ketika dia muda belia. Seandainya Allah memungkinkanku, akan kusuruh anak-anak perempuan Musailamah menampar pipi bapaknya.” 
Beberapa lama sesudah kematian Habib bin Zaid, tibalah hari yang dinanti-nantikan Nasibah. Khalifah Abu Bakar mengerahkan kaum muslimin memerangi Nabi-nabi palsu. Kaum muslimin berangkat untuk memerangi Musailamah. Dalam pasukan itu terdapat Nasibah Al Maziniyah dan puteranya Abdullah bin Zaid. Ketika perang di Yamamah itu telah berkecamuk, kelihatan Nasibah membelah barisan demi barisan bagaikan seekor singa betina. Nasibah berteriak,”Dimana musuh Allah itu, tunjukkan kepadaku!” 
Waktu ditemukan, didapatinya Musailamah telah tewas tersungkur di medan pertempuran, dengan darahnya membasahi pedang kaum muslimin. Tidak lama kemudian, Nasibah pun gugur sebagai syahidah, karena luka-luka disekujur tubuhnya. Kedua-duanya memang sama-sama tewas, tapi berbeda arah. Nasibah pergi ke surga, sedangkan Musailamah menuju ke neraka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar