submitted by :Redaksi
sumber :milis
Oktober 1906
Hasan Al Banna lahir di Mahmudiyah, sebuah kota kecil di Delta
sungai Nil, di Propinsi Buhairah, Mesir Utara. Lingkungan
tempat tinggalnya penuh suasana keagamaan, jauh dari hiruk
pikuk suasana metropolitan dan pengaruh kehidupan Eropa, dan
jauh dari pengaruh paham dan tradisi asing di luar Islam.
Ayahnya, Ahmad Abdurrahman Al Banna merupakan seorang ahli
hadist, juga merupakan imam shalat dan pengajar Qurâ’an di
masjid setempat. Salah satu kitab karangan ayahnya adalah Al
Fathur Rabbani Litartibi Musnadil
Imam Ahmad bin Hambal As Syaibani. Ayahnya menekuni profesi
sebagai pengusaha penjilidan buku dan reparasi jam, sehingga
dikenal dengan panggilan Asy Syaikh As Saâ’ati
1914 -1918
Hasan Al Banna belajar di madrasah diniyah Ar-Rasyad, tempat
menempa ilmu dan menggembleng pribadi. Pemiliknya adalah
Syaikh Muhammad Zahran, seorang yang brilian, berilmu dan
bertaqwa. Selain materi-materi madrasah pada
umumnya, para murid di sini belajar menghafal dan memahami
hadist, mengarang (insya’), tata bahasa (qawa’id), dan
prakteknya (tathhiq). Selain itu juga diajarkan adab (tata
krama) yang diruangkan dalam pelajaran muthola’ah (wacana)
atau imla’ (dikte) dan mahfuzhat (hafalan) yang ditulis dalam
bentuk puisi atau prosa yang indah.
Dari Ar-Rasyad, atas permintaan ayahnya, Hasan Al Banna
berpindah ke Madrasah I’dadiyah (setingkat Madrasah
Ibtidaiyah, hanya tanpa pelajaran bahasa asing, namun di
tambah pelajaran UU pertanahan dan perpajakan, sedikit
agrikultura, dan mendalami secara luas ilmu bahasa Arab dan
ilmu agama). Saat awal memasuki madrasah ini hafalan Al Quran
Hasan Al Banna kurang lebih separo Al Qur’an. Sembari sekolah
beliau terus menghafal Al Qur’an. Penambahan hafalannya
dilakukan setelah shalat subuh hingga menjelang berangkat
sekolah.
Di Madrasah I’dadiyah, Hasan Al Banna bergabung dengan
organisasi Perhimpunan Akhlak Mulia yang dibina oleh guru
olahraga dan matematika, Muhammad Afandi Abdul Khaliq.
Diantara kegiatannya adalah menjatuhkan sanksi kepada anggota
yang melakukan kesalahan/akhlak tercela. Hasan Al
Banna kemudian dipilih menjadi ketua organisasi ini.
Karena Perhimpunan Akhlak Mulia dipandang belum mencukupi,
para aktifisnya kemudian membentuk organisasi baru bernama
Jamâ’iyah Manâ’ Al-Muharramat (Asosiasi Anti Haram). Kegiatannya memberikan teguran (berupa surat rahasia) kepada orang
(termasuk masyarakat umum) yang melakukan perbuatan haram.
Asosiasi ini menjalankan kegiatan selama +-6 bulan.
Hassan Al Banna sering menyewa buku per pekan. Diantara buku
yang paling berkesan adalah sebuah buku yang mengisahkan
tentang seorang putri raja yang berkemauan tinggi. Buku
tersebut seluruhnya berkisah tentang semangat,
keperwiraan, pembelaan terhadap negeri, serta keteguhan
berjihad fi sabilillah.
1920 - 1923
Pemerintah kemudian menghapus Madrasah I’dadiyah. Hasan Al
Banna pindah ke Madrasatul Mu’allimin Al-Awwaliyah di
tiga belas setengah tahun, dan hafalan Qur’annya kurang
seperempat lagi. Sebenarnya usia minimal untuk memasuki
sekolah ini adalah 14 tahun, namun Hasan Al Banna diterima
setelah lulus tes tulis dan lisan. Di Damanhur ini Hasan Al
Banna dapat menyelesaikan hafalan Qurannya pada usia kurang
dari 14 tahun.
Hari-hari di Damanhur merupakan saat Hasan Al Banna tenggelam
dalam nuansa tasawuf dan ibadah. Beliau aktif mengikuti
tarekat Hashafiyah. Beliau mulai tekun mengamalkan wirid
al-wazhifah az-zuruqiyah pagi dan sore hari. Wazhifah ini
berupa ayat-ayat Quran dan hadist nabi mengenai doa-doa pagi
dan petang yang ditulis dalam kitab-kitab Sunnah. Tidak ada
tambahan ucapan asing sama sekali, tidak juga ungkapan
filsafat atau materi, semuanya berupa doa.
Di Damanhur ini Hasan Al Banna bersinggungan langsung dengan
revolusi Mesir, tahun 1920-1923.
Beberapa kenangan Hasan Al Banna di Damanhur:
Menghabiskan malam-malam di masjid Al Jaisy, bersama para
ikhwan Hashafiyah, untuk shalat isya, dzikir, qiyamul lail,
membaca wazhifah dan wirid-dirid.
Melakukan silaturahim ke ulama sekitar, disertai rihlah setiap
hari Jumat pagi.
Bersama para ikhwan sahabatnya, melakukan diam dan uzlah
termasuk di sekolah, dengan cara tidak bercakap-cakap kecuali
dengan ungkapan dzikir atau kalimat Al Qur’an.
Mengadakan syiâ’ar di madrasah. Diantaranya mengumandangkan
adzan dhuhur dan ashar meskipun waktunya bentrok dengan jam
pelajaran, juga tilawah Al Qurâ’an ketika jam istirahat.
Melakukan demonstrasi, menentang pemerintahan Inggris di
Mesir.
Meskipun tenggelam dalam lautan tasawuf dan ibadah, Hasan Al
Banna tetap berhasil mengikuti seluruh pelajaran. Hal ini
didukung oleh dorongan dari ayahnya (termasuk perpustakaan dan
sejumlah buku yang dihadiahkan
untuknya), dan para ustadz di madrasah Muâ’allimin yang
merupakan tokoh. Diantara yang banyak memberikan pengaruh
adalah kitab Al Anwar Al Muhammadiyah karya An-Nabhani,
Mukhtashor Al-Mawahib Al-Laduniyah karya Al
Qastalani, dan Nurul Yaqin fi Sirah Sayyidil Mursalin karya
Syaikh Al-Hudairi.
Di luar kurikulum sekolah, Hasan Al Banna menghafal matan
(intisari) berbagai cabang ilmu. Beliau hafal Mulhatul I’rab
karya Al Hariri, Alfiyah karya Ibnu Malik, Al Yaqutiyah yang
berisi ilmu mushthalah hadist, Al Jauharah tentang tauhid, Ar
Rahbiyah tentang warisan, sebagian matan As Sulam tentang
mantiq (logika), cukup banyak matan Al-Qadwari mengenai fiqh
Abu Hanifah, dan Al Ghayah wa At-Taqrib karangan Abu Syuja’
mengenai fiqih madzhab maliki.
1923
Pada umur 16 tahun, Hasan Al Banna memasuki Darul Ulum di
Kairo (nantinya menjadi University of Cairo ). Di sini
wawasannya mulai terbuka lebar-lebar. Beliau banyak menjalin
hubungan dengan ulama. Beliau disiplin mengunjungi
perpustakaan Salafiyyah dan rutin mengunjungi majelis ustadz
Muhibbuddin Al Khatib, tempat beliau banyak bertemu dengan
ulama. Beliau juga menghadiri majelis Ustadz Muhammad Rasyid
Ridha, redaktur majalah Al Manar yang
dipandang sebagai pewaris Muhammad Abduh. Di sini beliau
banyak bertemu para ulama Al Azhar.
Setahun di Kairo dilalui dengan penuh kebahagiaan, dan tinggal
di rumah kos. Ketika ujian, Hasan Al Banna meraih peringkat
pertama dan meraih beasiswa dari sekolah. Beasiswa ini
digunakan untuk membeli buku-buku nonpelajaran. Tiap pekan,
sehabis shalat Jumat jug beliau mengikuti pengajian di rumah
Syaikh Al-Hashafi, atau di rumah penggantinya, Sayiduna
Al-Afandi.
Di akhir tahun, kira-kira dua hari menjelang ujian akhir,
Hasan Al Banna mengalami cobaan. Teman sekelasnya yang umurnya
lebih tua merasa sakit hati karena nilainya lebih tinggi.
Akhirnya temannya menumpahkan obat merah di
wajah dan lehernya ketika sedang tidur. Beliau pasrahkan
peristiwa ini kepada Allah, dan dimaafkannya temannya itu.
Berita tersebut sampai juga ke kampung. Hal ini mendorong
ibunya sekeluarga berpindah ke Kairo.
Liburan musim panas kedua dihabiskan Hasan Al Banna di
Mahmudiyyah, dan bertemu sahabat kentalnya Ahmad Afandi As
Syukri. Beliau membuat toko jam dan menjadi tukang reparasi
jam di sana . Siang bekerja, malam-malam liburan dihabiskan
untuk berdzikir bersama para ikhwan Hashafiyah.
Sekembalinya ke Kairo, Hasan Al Banna merasa perlu suatu
kelompok untuk melakukan dakwah. Lembaga yang ada saat itu
hanyalah Jam’iyah Makarim Al-Akhlaq Al-Islamiyah (Asosiasi
Akhlak Islam yang Mulia). Beliau mendorong terbentuknya
kelompok yang akan melakukan dakwah di tempat-tempat umum.
Aktifis kelompok ini melakukan dakwah di kedai-kedai kopi dan
tempat umum lainnya. Seiring dengan absennya dia dari
Jam’iyyah Al Hashafiyah yang gregetnya sudah mulai mengendur
di mahmudiyyah, kegiatan ini cukup menyibukkannya. Waktu itu
bersamaan dengan bengkitnya fanatisme ke jiwa masyarakat,
setelah ekspedisi Inggris sekian lama menyusahkan Bangsa
Mesir.
Usai masa perang, gelombang atheisme (ilhad), materialisme dan
permissifisme (ibahiyah) mulai marak di mesir. Di Kairo
berdiri Lembaga Pemikiran yang para aktifisnya merupakan
campuran dari orang Islam, Yahudi dan Nasrani. Saat itu
terbitlah berbagai buku, koran dan majalah yang isinya
menyuburkan pemikiran tersebut. Reaksi para aktifis Muslim
terhadap hal ini terbagi dua, antara yang pasif dan ingin
mengcounter pemikiran tersebut. Hasan Al Banna alhamdulillah
berhasil mengajak para syeikh membentuk gerakan untuk melawan
arus pemikiran tersebut. Dari berbagai
pertemuan, lahirlah majalah Islam Al-Fath yang berkembang
pesat dan menjadi penyulut sinar hidayah bagi pemuda Islam.
Kelompok itu para aktifis Islam ini terus bekerja. Nantinya,
setelah Hasan Al Banna meninggalkan Darul
Ulum, kelompok ini membentuk Asy-Syubban Al Muslimin (Asosiasi
Pemuda Muslim).
1927
Pada bulan Juni 1927, Hasan Al Banna mengikuti ujian diploma
Darul Ulum. Setelah lulus dengan predikat juara pertama,
Departemen Pendidikan menugaskannya menjadi guru di
Ismailiyah, di wilayah terusan Suez .
19 Sept 1927
Hasan Al Banna mulai perjalanan ke Ismailiyah
Di Ismailiyah beliau berkhidmat dalam dakwah secara manhaji.
Diancanglah program dakwah dengan keliling kampung, masuk
keluar masjid, dan mendakwahi orang-orang di kedai kopi.
Hasan Al Banna memulai berdakwah dengan mempelajari secara
mendalam kondisi masyarakat dan mengenal faktor-faktor yang
dapat memberi pengaruh kepada mereka. Disimpulkan ada 4 faktor
yakni para ulama, syaikh tokoh tarekat, tokoh masyarakat dan
asosiasi-asosiasi.
Terhadap para ulama, Hasan Al Banna berupaya mendampingi,
memuliakan dan mengagungkan mereka, tidak pernah mendahului
seorang ulama pun untuk menyampaikan ceramah.
Terhadap para syaikh tarekat, yang jumlahnya cukup banyak,
Hasan Al Banna beradab terhadap mereka dengan adab tarekat,
serta berbicara dengan lisan tarekat. Hasan Al Banna
menjelaskan kondisi kebodohan dan kebobrokan masyarakat, dan
meminta para syaikh tarekat mengerahkan segala daya upaya
untuk mengisi dan membangkitkan manusia dengan ilmu
pengetahuan, mengarahkan mereka dengan tarbiyah Islamiyah,
menyatukan meraka demi izzatul Islam, dan beramal untuk
mengembalikan kemuliaannya.
Terhadap tokoh Ismailiyah, yang saat itu terbagi atas 2 kubu
yang punya fikroh yan berbeda, Hasan Al Banna bergaul dengan
kedua kubu tersebut
Terhadap asosiasi-asosiasi yang ada, Hasan Al Banna
berhubungan dengan mereka, sering menyampaikan ceramah
keagamaan, sosial dan sejarah.
Kegiatan-kegiatan ini mengasilkan persaudaraan, kader dan aset
dakwah yang penting, yang di kemudian hari mendukung dakwah
Ikhwanul Muslimin.
Ketika dakwah Hasan Al Banna muncul, secara umum kondisi Mesir
memiliki banyak kelompok dakwah yang memperhatikan satu sisi
risalah Islam, dan mengabaikan sisi yan lain, dan
kadang-kadang mencela kelompok lain. Misalnya kelompok
An Anshar As-Sunnah Al-Muhammadiyah yang memberi perhatian
khusus terhadap masalah akidah dan meletakkan garis tegas
antara akidah murni dan akidah musyrik, serta menentang
bid’ah. Musuh terbesar kelompok ini adalah
kelompok sufi modern maupun klasik, sufi moderat maupun yang
ekstrim, sufi teoritis (teosofi) maupun sufi amali (tarekat).
Al Jam’iyyah Asy Syar’iyyah menitikberatkan pada ibadah
khususnya shalat baik ilmu maupun praktek. Mereka membangun
masjid sendiri. Mereka menganut madzhab Al-Asy’ari yang
menta’wil ayat-ayat dan hadist-hadist sifat, sehingga terjadi polemik keras antara kelompok ini dengan kelompokAnshar As-Sunnah.
Jam’iyyah Asy-Syubban Al Muslimin menitikberatkan perhatian pada aspek kebudayaan melalui ceramah dan olahraga.
Sedangkan kelompok Shabab Sayyidina Muhammad menitikberatkan perhatian pada masalah cadar dan pergaulan laki-laki dengan wanita. Adapun kelompok tarikat sufi, sebagian tokohnya menunjukkan kualitas ketulusan yang tinggi, namun sebagian yang lain hanya mengikuti tanpa
pengetahuan yan memadai.
Demikianlah keadaan kelompok-kelompok agama di kala itu.
Dakwah Hasan Al Banna mengetengahkan Islam sebagai sistem
hidup yang menyeluruh.
Maret 1928
Enam orang berkunjung ke rumah Hasan Al Banna. Mereka adalah
Hafidz Abdul Hamid, Ahmad Al Hashari, Fuad Ibrahim,
Abdurrahman Hasbullah, Ismail Izz, dan Zaki Al Maghribi.
Mereka bersumpah setia akan hidup bersaudara, beramal
untuk Islam dan berjihad di jalanNya. Inilah saat kelahiran Al
Ikhwan Al Muslimun.
Dakwah Ikhwanul Muslimin di Ismailiyah terus berkembang.
Mereka membangun kantor dan masjid di Ismailiyah. Pembangunan
masjid ini memancing para dermawan setempat membangun
masjid-masjid lain. Kemudian dibentuk sekolah
Ma’had Hira’ Al-Islami. Sekolah ini disambut antusias oleh
masyarakat.
Dakwah Hasan Al Banna dengan jamaahnya kemudian semakin
berkembang ke daerah sekitar Ismailiyah, termasuk ke Kairo.
Ketika Ma’had Hira’ cukup berhasil mendidik kaum laki-laki,
para ikhwan membangun sekolah khusus wanita, diberi nama
Madrasah Ummahatul Mukminin.
Oktober 1933
Pada bulan Oktober 1933, Kantor Pusat Ikhwanul Muslimin
berpindah ke Kairo. Tahun sebelumnya Hasan Al Banna
melangsungkan pernikahan.
Hasan Al Banna terus mentarbiyah para pemuda dengan tarbiyah
Islamiyah yang kokoh menghujam sebagai persiapan memikul beban
dakwah yang berat. Hasan Al Banna menjadi obor bagi harakah
dan dakwah. Beliau melakukan perjalanan dari satu wilayah ke
wilayah lain untuk memberikan ta’limat
sambil memberikan contoh bentuk-bentuk amal kepada sesama
aktifis da’wah.
Hasan Al Banna sangat serius menjaga harakah dakwahnya agar
jangan sampai menjadi harakah iqlimiyah (gerakan lokal) di
wilayah mesir saja. Beliau ingin agar da’wahnya bersifat
’alamiyah (internasional). Beliau aktif mengirim utusan ke
berbagai wilayah dunia Islam untuk melakukan observasi kondisi
Muslim setempat, kemudian hasilnya di Kairo. Markas umum
Ikhwanul Muslinin menjadi tempat bertemunya berbagai para
aktifis Islam dari seluruh dunia, dari Afrika, Yaman, India, Pakistan, Indonesia, Afganistan, Sudan, Somalia, Suria, Irak, Palestina, dll.
Hasan Al Banna mengibarkan panji jihad untuk menghadapi
penjajah asing. Beliau juga secara khusus memobilisir jihad
untuk pembebasan Palestina.
Beliau juga membentuk Komite Solidaritas bagi Kemerdekaan
Mr. Nazir Pamentjak. Dr. H.M. Rasyidi dan M Zein Hassan
menyampaikan rasa terima kasih Bangsa Indonesia ke hadapan
Hasan Al Banna di kantor pusat Ikhwanul Muslimin di
Kairo, atas dukungan terhadap kemerdekaan Indonesia .
1948
Hasan Al Banna mendeklarasikan bahwa Pemerintah Mesir
bertanggung jawab atas kelemahan bangsa Arab dalam perang
pertama Palestina melawan Israel .
1948
Kaum penjajah dan para sekutunya bersengkokol menghancurkan
Ikhwanul Muslimin. Negara-negara Barat menekan Pemerintah
Mesir untuk menghancurkan jamaah Ikhwanul Muslimin serta
menangkap para mujahiddin sekembalinya mereka dari perang di
Palestina. Pembubaran pertama gerakan Ikhwanul Muslimin
dilakukan pada masa Raja Faruq dengan pemerintahan perdana
menteri An-Naqrasyi pada tanggal 8 Desember 1948. Ribuan
aktivis Ikhwan ditangkap dan dipenjara di Ath-Thur dan
Haiktasab. Jadilah Hasan Al Banna seorang diri di luar penjara
setelah dirinya dipisahkan dari murid-muridnya, agar
para musuh Islam lebih leluasa mewujudkan mimpinya.
12 Feb 1949
Puncaknya, pada tanggal 12 Februari 1949, beliau mencapai
kesyahidannya setelah ditembak oleh antek-antek Raja Faruq
secara pengecut di salah satu jalan di Kairo. Beliau berpulang
ke rahmatullah pada usia 43 tahun. Imam syahid meninggalkan
beberapa buku. Diantaranya yang paling fundamental adalah
Majmu’atur Rasail (kumpulan surat-surat) yang dihimpun dalam
satu buku, dan Mudzakkirat Ad- Da’wah wa Ad-Da’iyah (Memoar
Hasan Al Banna untuk Dakwah dan Para Da’inya). Imam syahid
telah menghabiskan waktunya untuk menekuni dakwah dan
tarbiyah. Beliau bangun jamaahnya dengan bertumpu pada proses
tarbiyah untuk mencetak kader dakwah serta membangun kesadaran
ummat yang selama ini tertidur pulas. Berbagai penindasan
terjadi terhadap Ikhwanul Muslimin, misalnya pada masa Raja Faruq (1948), pada masa revolusi (Feb 1954), Oktober 1954, dan 1965.
Alhamdulillah, Allah tetap memelihara dakwah ini sehingga
meskipun beliau telah syahid, namun tunas-tunas dakwahnya
terus tumbuh dan berkembang di seluruh penjuru bumi Allah.
Sumber:
1. Hasan Al Banna, Memoar Hasan Al Banna untuk Dakwah dan Para
Da’inya, Era Intermedia (terjemahan, November 1999)
2. Yusuf Qaradhawi, 70 Tahun Al Ikhwan Al Muslimun, Kilas
Balik Dakwah, Tarbiyah dan Jihad, Al Kaustar (terjemahan,
November 1999)
3. Muhammad Abdul Halim Hamid, Ibnu Taimiyah, Hasan Al Banna
dan Ikhwanul Muslimin, Citra Islami Press (terjemahan,
September 1996).
Depok, Januari 2002
Dirangkum oleh Siti Aminah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar