Minggu, 03 Juli 2011

kisah teladan


Islamnya Abu Dzar Al-Ghifari
---------------------------------------

Abu Dzar Al-Ghifari r.a. termasuk salah seorang diantara para sahabat Rasulullah s.a.w. yang terkenal. Selanjutnya, ia menjadi orang yang benar-benar zahid dan termasuk dalam golongan para alim ulama. Ali r.a. berkata." Abu Dzar telah memiliki ilmu yang tidak dimiliki oleh orang lain, dan ia telah menjaga ilmunya dengan baik. Ketika ia baru saja mendengar kabar akan kenabian Rasulullah s.a.w., maka ia telah mengirimkan saudaranya ke Makkah, untuk memastikan adanya berita tersebut. Ia memerintahkan saudaranya bahwa apabila ada orang yang mengaku," Telah datang wahyu kepadaku, dan telah datang kabar dari langit," maka ia supaya mencari kabar mengenai dirinya dan supaya mendengarkan dengan baik kata-katanya.
Saudaranya pun pergi ke Makkah, dan ia mulai menyelidiki keadaan disana. Setelah selesai, ia pun kembali, dan mengabarkan kepada saudaranya," Saya telah melihat bahwa ia memiliki adat yang bagus, akhlak yang terpuji, dan saya telah mendengarkan kata-katanya yang begitu indah, tetapi bukan kata-kata syair dan juga bukan kata-kata ahli sihir.
Abu Dzar Al-Ghifari tidak puas atas laporan saudaranya tersebut. Maka ia menyiapkan barang-barangnya dan memutuskan untuk pergi sendiri ke Makkah. Setibanya disana, ia langsung menuju ke Masidil-Haram. Ia belum mengenal wajah Nabi s.a.w.. Sehingga sampai tiba waktu sore, ia masih dalam keadaan demikian. 
Pada sore harinya, Ali r.a. melihat seorang musafir yang terlantar, seorang musafir miskin dan tidak tahu apapun. Maka ia merasa tersentuh untuk membantu dan memenuhi hajat musafir tersebut. Kemudian Ali r.a. mengajak kerumahnya. Ia melayani keperluan tamunya, tetapi Ali r.a. tidak sedikit pun bertanya mengenai siapakah dia dan apakah maksud kedatangannya. Sementar musafir tersebut juga tidak mengemukakan keperluannya kepada tuan rumah.
Pada pagi harinya, ia datang lagi ke masjid. Ia mencari berita sendiri dan tidak berani bertanya kepada orang lain. Kemungkinan yang menjadi penyebabnya adalah karena sikap orang-orang kafir yang memusuhi Rasulullah s.a.w. sudah menjadi berita yang masyhur. Beliau dan orang-orang yang berani menemui beliau akan mendapat gangguan dari mereka. Ia berpikir bahwa karena ia belum mengetahui keadaan yang sesungguhnya, maka ia harus bersikap waspada sehingga gangguan yang buruk tidak akan menimpanya.
Sore harinya pada hari yang kedua, Ali r.a. berpikir bahwa kedatangan musafir yang terlantar ini pasti mempunyai maksud dan tujuan, tetapi ia belum mengutarakannya. Maka ia mengajak tamunya tersebut untuk menginap kembali di rumahnya. Malam telah berlalu, tetapi Ali r.a. belum memperoleh kesempatan untuk betanya kepadanya. 
Pada hari ketiga keadaannya masih sama dengan hari-hari sebelumnya. Akhirnya Ali r.a. pun memberanikan diri untuk bertanya kepada tamunya,                 " Apakah maksud dan tujuanmu datang kesini?" Kemudian Abu Dzar meminta supaya Ali r.a berjanji akan menjawab setiap pertanyaannya dengan jujur. Setelah itu barulah ia bersedia mengemukakan maksud tujuan kedatangannya.
Ali karamullah wajhahu, setelah mendengarkan penuturan tamunya tersebut berkata, " Sungguh, engkau benar-benar seeorang yang diutus Allah, besok pagi jika aku berangkat, ikutlah denganku, akan aku antarkan engkau kepada beliau. Tetapi orang-orang yang menentangnya sangat banyak, jika ketahuan, sangat membahayakan. Oleh karena itu agar kepergianku tidak dicurigai, jika ada bahaya yang mengancam, aku akan berpisah agak jauh darimu, dan engkau pura-pura buang air kecil atau mempebaiki sepatumu, sehingga perjalan kita ini tidak diketahui orang."
Esok paginya, dengan sembunyi-sembunyi Ali r.a. bersama musafir tersebut telah sampai ketempat kediaman Rasulullah s.a.w.. Kemudian mereka berbincang-bincang dengan Rasulullah s.a.w.. Pada saat itulah Abu Dzar r.a. masuk Islam. Setelah ia memeluk agama Islam, Rasulullah s.a.w. sangat mengkhawatirkan keselamatan Abu Dzar Al-Ghifari sehingga beliau melarang Abu Dzar r.a supaya tidak menampakkan keislamannya di hadapan umum. Sabda Rasulullah s.a.w. kepadanya," Pulanglah kepada kaummu dengan sembunyi-sembunyi, jika kami sudah menang, datanglah lagi kesini". Kemudian Abu Dzar berkata kepada Rasulullah s.a.w. "  Wahai Rasulullah, demi Dzat yang nyawaku berada ditangan-Nya, sungguh aku bersumpah akan mengikrarkan kalimah tauhid ini ditengah-tengah mereka yang tidak beriman". Setelah berkata demikian, langsung ia menuju ke Masjidil-Haram. Dengan suara yang nyaring serta lantang ia mengucapkan kalimat:
???? ???? ????? ?? ????? , ?? ?? ??? ? ?? ????     
"Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Pesuruh Allah."
Begitu ia selesai mengikrarkan kalimah tauhid tersebut, orang-orang pun berdatangan memukulinya dari empat penjuru sehingga karena luka-lukanya yang memenuhi tubuhnya, hamper saja ia menemui ajalnya. Untunglah, paman Rasulullah s.a.w., Abbas, yang saat itu masih belum masuk Islam, berusaha menghalangi siksaan kaumnya kepada Abu Dzar, seraya berteriak kepada orang-orang, "Kalian sungguh kejam, orang ini dari suku Ghifar. Kabilah ini tinggal diantara jalan yang menuju ke Syam. Jika ia mati, maka jalan menuju dan pulang dari Syam akan tertutup bagi kita".
Dengan kata-kata tersebut timbullah kesadaran pada diri orang-orang yang memukulinya. Memang, segala kebutuhan mereka datang dari Syam, dan jika sampai tertutup, maka itu merupakan suatu musibah bagi mereka. Akhirnya mereka pun meninggalkan Abu Szar Al-Ghifari.
Pada hari kedua, Abu Dzar telah berbuat hal yang sama. Ia pergi ke Masjidil-Haram, mengucapkan kalimah tauhid dengan suara yang keras dihadapan orang banyak. Dan orang-orang pun tidak menyukai kalimat tersebut, sehingga mereka kembali memukulinya. Pada hari kedua juga, Abbas mengingatkan kaumnya lagi bahwa jika ia sampai tewas,maka perjalanan dagang ke Syam akan tertutup. Lalu mereka pun meninggalkannya kembali.

Faidah
Rasulullah s.a.w. telah menasehati Abu Dzar r.a. agar menyembunyikan keislamannya. Tetapi semangat untuk menunjukkan yang hak telah menguasai jiwa Abu Dzar Al-Ghifari r.a. Jika agama yang hak ini telah masuk ke jiwa seseorang, maka tidak ada alasan lagi baginya untuk takut kepada sesuatu. Sedangkan larangan Rasulullah s.a.w. adalah karena rasa kasih sayang beliau, karena khawatir, dengan menampakkan keislamannya, Abu Dzar r.a. tidak sanggup menanggung penderitaan. Sama sekali tidak ada dalam hati sahabat r.a. untuk menentang perintah Rasulullah s.a.w.
Rasulullah sendiri dalam menjalankan tugas untuk mengembangkan agama ini telah menanggung berbagai macam penderitaan yang sangat dahsyat. Dengan demikian Abu Dzar r.a. telah memudahkan dirinya sendiri untuk mengikuti Rasululllah s.a.w. dalam menanggung penderitaan.
Inilah yang menyebabkan sahabat r.a. meningkat dalam kehidupan agama dan keduniaan mereka. Semangat mereka dan kesungguhan mereka di setiap medan perjuangan patut ditiru. Siapa saja orang yang telah mengucapkan kalimah ini satu kali, berarti ia telah berada di bawah bendera Islam. Tidak ada kekuatan yang mampu menghentikan kekuatan semangat mereka. Tidak ada kezhaliman dan kekejaman yang mampu menghentikan penyebaran agama ini pada diri mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar